Kamis, 12 April 2012

Tokoh Pemimpin "SRI MULYANI"



Sri Mulyani Indrawati (SMI), Managing Director World Bank dan mantan menteri keuangan RI belum lama ini digadang – dicalonkan sebagai salah satu Presiden RI 2014 mendatang oleh partai penyokongya yakni partai Serikat rakyat Independen. Partai politik yang baru saja mendaftarkan dirinya ke Departemen Hukum & HAM sebagai salah satu peserta konstentan pemilu mendatang.

Tentu dalam era demokrasi sekarang ini, siapapun Presiden RI mendatang, sah-sah aja di calonkan oleh kelompok masyarakat sepanjang tokoh tersebut memang layak dan memenuhi kualifikasi syarat sebagai Presiden RI. Terkait dengan pencalonan Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang sejak awal di sokong oleh Partai Serikat Rakyat Independen, maka pencalonan tersebut menarik untuk dicermati. Mungkinkah hal ini merupakan bagian dari strategi parpol untuk menimbang secara obyektif pasar pemilih, sekaligus mendidik rakyat untuk sedari awal kritis terhadap calon pemimpinnya.

Dengan demikian tingkat kelayakan pemimpin dimata publik benar-benar sudah teruji. Rakyatpun memiliki rentang waktu yang cukup panjang dan memadai untuk menakar, menilai, meneliti sekaligus mampu mengevaluasi tentang siapa tokoh yang benar-benar layak untuk dijadikan pemimpin masa depannya. Dalam konteks itu, saya fikir pencalonan SMI yang jauh hari sudah di publikasi dan ditawarkan kepada publik oleh Partai Serikat Independen menunjukkan sejatinya sebuah terobosan politik yang cukup positif sekaligus cara baru parpol memasarkan produk tokoh pemimpinnya, ketimbang menjustifikasi ketidakpercayaan diri tokoh yang dimiliki parpol lain dengan cara berlindung pada azas ketidak elokan menentukan pemimpin masa depan dari sekarang karena pemilu masih lama.

Padahal pada prakteknya pencalonan presiden ketika mendekati pemilu hanyalah mempertontonkan secara kasat mata bahwa politik Indonesia kental pada politik tawar dan politik kartel-transaksional setelah parpol berjibaku dan menentukan posisinya pasca pemilu legislatif. Dengan kondisi seperti itu, selama ini posisi rakyat hanya dijadikan obyek partisipan parpol bukan sebagai subyek partisipan parpol. Rakyat hanya di berikan pilihan menentukan pemimpin atas dasar peluang parpol memenangi pemilihan.

Sementara parpol tidak punya cukup waktu dan presisi yang tepat untuk memasarkan pemimpinnya berdasarkan konvensi (penjaringan) misalnya, atas pilihan rakyat yang disodorkan kepada partai. Dalam konteks yang demikian itu, maka jadilah rakyat disuguhi keharusan memilih pemimpin secara instan - tanpa punya kesempatan menguji, menilai bahkan menakar tingkat kelayakan pemimpin tersebut secara memadai. Partai Serikat Rakyat Independen ibaratnya saat ini sedang menyodorkan proposal kepada rakyat terkait nama ekonom Sri Mulyani Indrawati sebagai calon presiden 2014 mendatang.

Mengingat masih sebatas proposal, maka tiada jalan lain bagi Partai Serikat Rakyat Independen untuk sejak awal memberikan proses pembentukan persepsi dan opini kognitif, afektif dan konatif publik akan sosok SMI dalam bentuk public understanding dan public knowledge tentang personality dan kapasitas leadership Sri Mulyani kepada masyarakat sehingga diharapkan akan muncul public confindence danpublic support terhadap SMI.

Menimbang Peluang dan Tantangan Sri Mulyani
Partai Serikat Rakyat Independen, yang mengusung Sri Mulyani Indrawati sebagai calon Presiden di 2014 mendatang, tentu memiliki setumpuk argumentasi tentang kelayakan Sri Mulyani untuk menjadi Presiden. Untuk mendudukkan Sri Mulyani di singgahsana opini dan persepsi publik secara obyektif, Partai Serikat Rakyat Independen menyiapkan sebuah platform politik baru dengan tema politik argumentasi dengan basis moral intelektual sebagai paradigma berfikir.

Menurut hemat saya, politik argumentasi adalah sebuah tata cara berpolitik yang kental di dominasi oleh karakteristik dan azas intelektualisme yang didasarkan oleh hasil argumentasi dan diskursus yang ilmiah dan rasional. Tata cara berpolitik ini tentu harus memiliki media atau sarana dalam rangka menyediakan ruang untuk memproduksi dialog dan melahirkan paradigma berfikir sebagai nilai utama bagi terbentuknya persepsi publik terhadap pemimpinnya secara obyektif. Dengan cara berpolitik seperti itu, Partai Serikat Rakyat Independen ingin menunjukkan bahwa fakta empiris terhadap perjalanan perpolitikan Indonesia saat ini memang cenderung tidak menempatkan pemimpin sebagai sosok yang dikagumi karena kapasitas, kemampuan dan integritasnya sebagai pemimpin.

Partai Serikat Rakyat Independen secara implisit mengajak penganut politik stigmatisasi dan politik massa termasuk politik media massa yang selama ini mewarnai perjalanan dan konstelasi politik nasional, untuk sadar bahwa tata cara berpolitik seperti itu adalah mainstream berpolitik yang usang dan tidak mendidik rakyat untuk menimbang pemimpinnya dengan takaran kognitif. Tata cara berpolitik seperti itu hanya menyediakan dan menghadirkan pemimpin secara ideologis dan partai hanya mengedepankan kepentingan pragmatis dan menjadikan simbol pemimpin hanya untuk mendulang suara.

Dalam konteks pencalonan Sri Mulyani yang sejak jauh hari sudah dimunculkan oleh partai Serikat Rakyat Independen ini, tentu sejumlah peluang bisa diperoleh partai untuk mendulang suara, maupun peluang signifikan Sri Mulyani untuk berkompetisi dengan pesaing capres lainnya sehingga dapat diterima publik secara memadai.
Peluang tersebut antara lain :
Pertama, peluang yang dikaitkan dengan posisinya sekarang. Seperti diketahui publik bahwa Sri Mulyani saat ini adalah sebagai Managing Director World Bank dan mantan direktur IMF untuk Asia Pasifik. Sebagai figur yang pernah dinobatkan sebagai Menteri keuangan terbaik di ASIA oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura, Sri Mulyani juga dinobatkan sebagai salah satu dari 2 wanita yang berpengaruh di Indonesia dan menempati rangking 23 wanita terbaik yang mempengaruhi dunia pilihan majalah Forbes.

Dengan posisinya yang sekarang, sebagai Managing Director Word Bank yang membawahi lebih 70 negara di dunia, SMI ingin mendefinisikan dirinya bahwa ia adalah sosok yang memiliki reputasi bukan saja reputasi nasional, tapi juga reputasi Internasional. Catatan itulah yang bisa ia sandingkan secara komparatif dengan kepemimpinan SBY saat ini. Seperti diketahui SBY memiliki predikat reputasi Internasional ketika sejumlah kebijakannya di respons oleh dunia secara positif. Sementara SMI sudah memperolehnya saat ini. Dalam konteks inilah masyarakat hendak diajak oleh SMI untuk menakar secara kognitif tentang personality dan leadership dirinya. Target yang hendak dicapai dalam upaya ini adalah agar diperoleh public understanding dan public knowledge secara maksimal oleh masyarakat terhadap sosok Sri Mulyani.

Dengan dasar persepsi publik seperti itu, maka ruang atmosfir argumentasi mengenai sosok Sri Mulyani di tengah peta kompetisi capres lainnya akan menjadi lebih kuat dan ketat, bahkan bisa menempatkan dirinya sebagai kandidat terkuat. Dengan berbagai catatan itu, sejatinya SMI dan partai pengusungnya yakni Partai SerikatRakyat Independen ingin mengidentfikasikan dirinya sebagai sosok yang kapabel dan memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan Indonesia untuk membangun pengaruh dan kekuatan baru di era globalisasi.

Kedua, Sri Mulyani memiliki peluang mengorganisasikan visi dan misi kepemimpinannya kepada publik lebih otentik ketimbang capres lain yang belum berani/ malu-malu tampil sebagaai capres.
Sejak awal Sri Mulyani, melalui berbagai ruang dan perspektifnya, telah menjelaskan kepada publik terkait visinya memimpin Indonesia. Misalnya wawancara dengan Charlie Rose yang disiarkan oleh Bloomberg TV pada 5 Juli 2011 dan diekspos hampir di seluruh media di penjuru dunia, menunjukkan kesiapan Sri Mulyani beragumentasi dengan siapapun lawan politiknya sebagai capres.

Ia telah berhasil mengindentifikasi ruang atmosfir politik – ekonomi dan diskusi publik terkait masa depan Indonesia pada seputar debat tentang apakah Indonesia akan menjadi negara yang terbuka, demokratis, dan majemuk, atau sebagai negara dengan mayoritas muslim sehingga perlu menerapkan hukum syariah. Bahkan SMI telah memprediksi dan menyiapkan sejumlah visi dan argumentasinya di bidang ekonomi, yang diprediksinya akan muncul dengan tema perdebatan tentang anti modal asing vs nasionalisme yang dikaitkan dengan peran negara, soal kebijakan nasionalistik dan pro rakyat versus kebijakan yang lebih efisien dan terbuka terhadap persaingan.

Kesemua tema-tema diskusi dan argumentasi diatas terkait visi kepemimpinan Sri Mulyani kedepan, menurutnya sejak awal sudah diidentifikasi akan dipengaruhi olehplatform politik parpol yang telah disadari betul ekspektasi dan kekuatannya.
Selama ini, seperti juga yang berlaku di belahan dunia lainnya di banyak negara, kelompok kepentingan – baik politik atau ekonomi, punya kemampuan untuk mempengaruhi melalui kebijakan maupun keputusan politik dengan memanfaatkan lembaga legislasi, demi keuntungan mereka sendiri.

Menurut SMI dalam wawancara dengan Charlie Rose, Di sistem yang demokratis, partai politik pun berupaya mendapat pengaruh melalui sistem. Dengan program kerja dan ideologi yang kemudian ditawarkan ke masyarakat, partai politik di Indonesia melakukan banyak pengaruh dan kerap merubah arah konstelasi kebijakan negara. Namun catatan yang bisa diambil dari perjalanan 2 kali pemilihan umum sepanjang masa transisi di Indonesia itu, ternyata masyarakat Indonesia lebih memilih partai yang moderat dan majemuk, yang mengedepankan kepentingan nasional daripada partai yang berbasiskan agama.

Dari sekian banyak partai politik, Sri Mulyani menyadari bahwa fakta politik di Indonesia sepanjang masa transisi demokrasi ini, ternyata hanya ada 2 atau 3 partai (besar) saja yang berasaskan nasional dan pluralis, bukan agama yang selama ini mampu menjamin proses ‘check & balance’ diantara kelompok-kelompok kepentingan yang ada. Identifikasi lain yang akan menjadi tema isu sentral perdebatan menguji visi kepemimpinan presiden, seperti yang sudah dikemukakan Sri Mulyani dalam wawancara dengan Charlie Rose adalah isu tentang demokrasi dan demokratisasi dengan supremasi hukum dan kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagai titik sentralnya.

Sri Mulyani jauh hari menjamin bahwa Indonesia yang semakin terbuka dan demokratis adalah Indonesia dimana masyarakatnya bebas dan saling menghormati kebebasan berpendapat dibarengi dengan prinsip penegakan hukum oleh penyelenggara negara yang tegas. Karena demokrasi tanpa penegakan hukum menjadi anarki, mayoritas akan menindas minoritas. Dan Sri Mulyani menyadari bahwa prinsip dasar berdemokrasi di Indonesia adalah karena mayoritas masyarakatnya memiliki komitment dan kesepakatan terkait konsep bernegara yang telah diambil oleh para pendiri bangsa sebagai konsep yang terbaik. Dan itu menjadi prinsip dan pegangan bagi Sri Mulyani untuk mengidentifikasi Indonesia dalam perspektif kepemimpinannya kedepan.

Ketiga, Persoalan Pangan sebagai platform ekonomi Sri Mulyani menjadi salah satu peluang menggagas ekspektasi Indonesia dimasa depan dalam menghadapi krisis pangan yang hampir di hadapi di banyak negara lain juga di dunia. Platform ekonomi inilah yang sejatinya memiliki selling point terkait pencalonannya sebagai capres. Dengan kondisi perekonomian Indonesia yang postur neraca perdagangan nya cenderung defisit akibat surplus impor lebih besar ketimbang ekspor, termasuk yang paling fundamental adalah persoalan pangan. SMI sejak awal berupaya memberikan konstruksi atas kebutuhan dan kebijakan negara mengenai masalah pangan tersebut secara urgen. Oleh karenanya platform ekonomi yang mengedepankan basis pangan sebagai kebutuhan masyarakat menjadi penting dan otentik serta diharapkan dinilai positif oleh publik.

Platform ekonomi SMI tersebut sekali lagi didasari oleh fakta kelangkaan dan volatilitas pangan yang menjadi ancaman nyata bagi pembangunan ekonomi hampir di belahan negara dunia, termasuk Indonesia. Terkait soal kelangkaan pangan ini, SMI memiliki visi
Pertama, ini bukan hanya tentang kelangkaan tapi juga volatilitas. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan persediaan, melalui produktivitas dan teknologi. Kedua,mengurangi volatilitas dan spekulasi melalui informasi yang transparan dengan menyediakan informasi tentang dimana dan berapa jumlah produksi, dan berapa besar permintaan, sehingga tak ada lagi spekulasi. Juga menjaga resiko.

Namun faktanya saat ini petani adalah kelompok yang paling rentan. Mereka memproduksi pangan tapi tidak menikmati pendapatan atau hasil dari surplus harga pangan. Untuk itulah dibutuhkan kebijakan ekonomi nantinya yang mampu menjamin resiko surplus harga pangan, namun secara rasional juga menguntungkan petani. Disamping itu, kebijakan ekonomi terkait stabilisasi (harga) jelas menjadi satu hal yang sangat penting dilakukan nantinya dalam rangka memberikan perlindungan lebih baik kepada masyarakat miskin.

Dalam konteks yang lain Kebijakan negara nantinya harus diorientasikan bagaimana cara mengatur pengeluaran, agar lebih ditujukan dan digunakan untuk melindungi masyarakat miskin, dan pada saat yang sama meningkatkan kapasitas sumber daya yang ada bagi pembangunan infrastruktur dan investasi dalam jangka menengah panjang, termasuk di dalamnya sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah siap dan berani tidak populer atas kebijakan yang diambilnya demi kepentingan rakyat. Karena ketidaksiapan itulah pemimpin, sekaligus politisi biasanya menunda kebijakan struktural mereka, karena risikonya besar, menyakitkan, dan seringkali menyebabkan popularitas mereka turun.

Pencabutan subsidi, pengurangan pensiun, membersihkan dan meningkatkan kinerja birokrasi dan melawan korupsi misalnya. Itu adalah yang harus segera dilakukan dengan pertimbangan obyektif walaupun hasilnya sangat menyakitkan. Namun semata-mata semua perlu dilakukan sebagai dasar agar pertumbuhan ekonomi bisa berkelanjutan, kompetitif, dan efisien dan yang paling utama meningkatkan kualitas hidup masyarakat kita. Sebagai wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia dan sosok yang akan menjadi harapan pemimpin nasional di masa depan, intelektualitas dan figur moral SMI dapat dijadikan modal kuat di tengah krisis kepemimimpinan saat ini.

Dengan berbagai prestasi dan gebrakannya selama ini, SMI patut diteladani dan jadi panutan generasi muda Indonesia yang sulit mencari idola manusia Indonesia terutama ketika memilih presiden RI. Berbagai hal yang telah disebutkan diatas, hanyalah segelintir peluang yang bisa dieksplorasi SMI maupun partai pendukungnya SRI untuk terus secara konsisten di suarakan.

Namun demikian, selain peluang yang tersedia bagi SMI, sejumlah tantangan juga menghadang terkait pencalonannya sebagai kandidat presiden RI 2014 mendatang. Beberapa tantangan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Kelemahan terbesar SMI adalah kasus Century dan isu dukungan kepentingan asing. Tetapi tampaknya isu Bank Century dapat dinegasi bila tim sukses menggiring fakta bahwa kasus Centrury selama ini adalah rekayasa politik untuk menyingkirkan dirinya. Hal ini tampak ketika Aburizal Bakrie jadi nomer dua setgab gema kasus tersebut di DPR dan demonstrasi di masyarakat berangsur menurun. Dalam survey LSI beberapa tahun yang lalu sebagian kelompok menengah ke atas yang didominasi oleh masyarakat berpendidikan berpendapat bahwa kasus Century bukan kesalahan.

Tetapi masyarakat menengah ke bawah 66% berpendapat merupakan kesalahan. Bisa saja hal ini terjadi karena kehebatan rekayasa politik dan media yang dapat mempengaruhi masyarakat berpendidikan rendah tetapi tidak mempengaruhi masyarakat berpendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mudah digiring opininya akibat kelihaian politikus dan media dalam memperdayai ketidakpintaran masyarakat.

Dalam konteks inilah kasus Century dengan determinasi dan pengaruh politik nya akan dijadikan salah satu pintu masuk bagi kompetitor politik SMI untuk memberikan penilaian publik, bahwa SMI bukanlah tokoh alternatif calon pemimpin bangsa di tahun 2014. Sebaliknya ia adalah merupakan tokoh kontroversial yang karena kebijakan bail outnyasebesar 6,7 trilyun kepada bank Century, negara menjadi dirugikan.

Walaupun dalam perspektif akademis sulit membuktikan kebijakan SMI memberikan kerugian bagi bangsa dan negara, namun habit dan mainstream pemikirian politisi Indonesia adalah politik stigmatisasi dan politik media massa yang karena dominasi dan determinasi liberalnya, persoalan persepsi dan opini publik kerap menjadi episentrum bagi legitimasi dan reputasi seseorang.

Kedua, isu neo liberalisme versus nasionalisme yang sudah diprediksi akan menjadi tantangan yang rumit dan kompleks yang harus dihadapi oleh SMI dan partai pendukungnya. Isu SMI didukung kepentingan asing karena posisinya saat ini dan kedekatan SMI dengan negara-negara barat karena SMI merupakan tokoh dunia yang cukup duikenal pemikiran dan prestasinya selama ini, justru tidak secara produktif memberikan nilai positif di negaranya sendiri. Sebaliknya persepsi dan opini yang muncul adalah SMI justru dimanfaatkan oleh kepentingan mereka.

ANALISIS !
Terlepas siapa dan bagaimana sosok SMI, maka pada akhirnya rakyatlah yang memberikan dan memutuskan untuk memilih pemimpinya. Partai politik penyokong hanya memberikan media dan sarana yang cerdas bagi upaya agar rakyat bisa menentukan pemimpinnya secara obyektif dan rasional. Gagasan politik intelektual sebagai tawaran penting dari partai Serikat rakyat Independen untuk menegasi dominasi politik stigmatisasi dan politik massa yang selama ini mendominasi kultur politik Indonesia, sejatinya masih memerlukan ujian berat.

Masyarakat menunggu, apakah ditengah krisis kepemimpinan terhadap berbagai institusi yang ada, SRI dan SMI konsisten dan serius dengan misi dan visinya memberikan alternatif perubahan yang signifikan, khususnya yang tidak bisa dilakukan dalam pemerintahan SBY saat ini. Apabila ketokohan SMI dan partai pendukungnya yakni SRI benar-benar konsisten, maka boleh jadi kehadirannya merupakan pengulangan jilid II ketika dulu kita mulai berharap optimis pada kelahiran Partai Demokrat dan SBY di tahun 2004. Ya kehadiran SMI dengan partai Demokrat memang mirip diawal-awal kelahirannya. Namun mudah-mudahan secara komparatif tidak mirip dalam praktek kekuasaan politiknya.

SYIFA NURJUANITA
16210802

Tidak ada komentar:

Posting Komentar