Jumat, 31 Desember 2010

5. ARTIKEL - TARI JAIPONG

      Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. 

      Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan. Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub).

      Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.


      Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.


      Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).


      Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 
1) Tatalu
2) Kembang Gadung
3) Buah Kawung Gopar
4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih)
5) Jeblokan dan Jabanan merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).


      Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh Mr. Nur & Leni

SUMBER : Buku SMA “Kesenian&Keterampilan”- YUDHISTIRA selebihnya dikembangkan oleh saya

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19


http://chipachupz.blogspot.com/2010/12/tari-jaipong.html

4. ARTIKEL - KONFLIK KEBUDAYAAN ANTARA TIMUR DAN BARAT


      Perdebatan terhadap budaya tradisional dan moderen dalam pergumulan kebudayaan Barat dan Timur pada era yang disebut globalisasi tidak habis-habisnya hingga hari ini, bahkan tidak mungkian pernah selesai. Kebudayaan Barat kadang-kadang dipandang sebagai budaya haram yang menghancurkan nilai-nilai kebudayaan tradisional yang dianggap luhur. Kebudayaan modern yang menumbuhkan kebudayaan baru yang disebut budaya populer sepertinya telah mampu menembus celah-celah kehidupan berbudaya bangsa timur, termasuk kebudayaan Minangkabau. Untuk melakukan perlawan terhadap kebudayaan Barat tersebut, para kelompok antisisme budaya Barat sering mencanangkan kampanye terhadap pengaruh budaya barat terhadap perusakan moral anak bangsa. Kebudayaan Barat, dalam hal seni moderen (musik, tari, teater, filem, dsb) seakan-akan titik awal perosakan kebudayaan timur.
        
Akibat daripada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bermula dari Barat juga telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi  melalui media komunikasi dan informamsi yang berteknologi moderen yang disebut dunia maya, seperti televisi, internet, video-video  melalui media player dan sebagainya.


      Merujuk kepada peristiwa budaya masa lampau yang disebut zaman kebudayaan sasaran dan surau di Minangkabau yang kehidupan masyarakatnya sangat didominasi oleh kebudayaan lokal. Teknologi informasi sebagaimana adanya hari ini belum lagi dikenal pada masa itu. Teknologi informasi masyarakat lebih banyak kepada tradisi lisan antara satu orang dengan orang lainnya, atau menggunakan simbol-simbol tertentu yang memberikan makna tertentu pula kepada masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang di sasaran berupa kesenian dan adat istiadat telah mampu mengajak generasi mudanya kepada masyarakat yang beradat, tahu nan ampek. Manakala pendidikan surau dan kebudayaan yang bernuansa islami telah mampu mengantarkan anak bangsa Minangkabau menjadi orang nan sabana orang yang berbudi mulia, dan taat beragama. Artinya pendidikan sasaran dan surau telah mampu menghasilkan generasi yang berintelektual kebangsaan. Pendidikan sasaran dan pendidikan surau bagaikan aur dengan tebing, sandar menyandar keduanya dalam mengisi keperibadian generasi penerus bangsa. Kenapa generasi sekarang sekarang sering mengagungkan masa lampau itu? Benarkah pendidikan Barat telah meluluhlantakkan budaya sasaran dan meruntuhkan surau, sebagaimana prediksi A.A Navis dalam robohnya surau kami? 


      Kedua pertanyaan di atas perlu dijawab oleh setiap masyarakat Minangkabau. Percaya atau tidak, kedua institusi tradisional tersebut (sasaran dan surau) dalam perkembangan kebudayaan moderen yang dipengaruhi budaya Barat telah mengalami suatu dilema kebudayaan yang sarat dengan pertentangan antar generasi (generasi tua dengan muda, pemerhati budaya tradisional dengan aliran modernisme). Dalam hai ini, peristiwa sejarah kebudayaan Minangkabau masa lampau dan sekarang adalah sesuatu yang selalu saja menarik diperbincangkan oleh ilmuan. Ketika  runtuhnya rezim Orde Baru, dan bergulirnya reformasi, ditindak lanjuti pula dengan otonomi daerah merupakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan kebudayaan Indonesia, khususnya Minangkabau. Otonomi daerah membuka ruang kepada daerah-darah mengatur dirinya sendiri demi kemajuan daerah. Daerah disarankan untuk mebali kepada nilai-nilai lama yang masih relevan dengan perkembangan kebudayaan masa kini. Daerah dianjurkan pula untuk memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyat meningkat, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya.


      Bagi masyarakat Sumatera Barat, yang lebih populer dengan etnik Minangkabau memanfaatkan fenomena demikian untuk membuka kembali lembaran sejarah lama yang dianggap berjaya melahirkan generasi bangsa yang intelektual. Masyarakatnya yang hidup dalam kelompok nagari-nagari bagaikan sebuah negara kecil yang mampu menghidupi diri sendiri untuk mencapai kesejahteraan dan mencerdaskan anak nagarinya. Kebudayaan anak nagari hidup mekar sebagai media pendidikan dan hiburan masyarakat satu-satunya. Kesenian anak nagari adalah primadona tontonan yang ampuh dalam membawa generasi yang  berbudaya. Pendidikan surau telah mempu membawa generasi muda yang bermoral dan berbudi mulia dengan landasan Al-quran dan sunnah rasul. Dalam hal ini memegang teguh falsafah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.


      Menyikapi fenomena masa lampau itu, bagi pemerintah daerah Sumatera Barat, otonomi daerah adalah ruang yang amat penting dipergunakan untuk kembali membuka tabir lama yang pernah cemerlang, istilah yang lebih populer adalah ”kembali ke nagari dan kembali ke surau” untuk membangkit batang tarandam, setelah puluhan tahun terbenam dalam konsep sentralistik. Kembali kepada pertentangan kebudayaan Barat dan Timur, sebagian masyarakat seakan-akan memilih sikap alergi terhadap kebudayaan Barat yang merajalela membawa generasi muda ini kepada suatu pola kehidupan budaya moderen. Kecemerlangan masa lampau bagaikan tergilas habis oleh perang kebudayaan. Konsep kebudayaan yang kuat membilas kebudayaan lemah. Kebudayaan barat tidak hanya masuk kepada kebuyaan lokal tradisional untuk menyesuaikan diri, melainkan mempengaruhi kebudayaan tempatan untuk berubah menuju budaya populer yang moderen.


      Persoalan sekarang, mungkinkah kebudayaan Barat itu kita halangi masuk ke daerah-daerah yang notabene tradisional dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang marak dikampanyekan. Tentu amat sulit menjawabnya. Kembali ke nagari dan kembali ke surau bukan berarti kita kembali mamatikan lampu listrik dan kembali kepada lampu promak, suluh daun kelapa pergi ke surau dan menonton pertunjukan kesenian anak nagari, dan sebagainya. Melainkan, mengambil roh kecemerlangan budaya masa lampau untuk mengantisipasi berkembangnya budaya barat yang moderen. Menyikapi fenomena di atas, secara kontinyu kebudayaan daerah  seharusnya dikembangkan untuk mempertahankan hak hidupnya dalam gejolak persentuhan budaya antara Barat dan Timur, antara tradisional dengan moderen. Perubahan bentuk dan fungsi suatu kebudayaan seharusnya mampu membawa nilai-nilai yang masih dianggap relevan bertahan atau dikembangkan.


      Oleh karena itu, usaha untuk “mereaktualisasikan” kebudayaan tradisional untuk membuat aktif atau mengembangkan nilai-nilai hidup yang masih relevan dan hayati dengan kreatif sangat penting. Dalam percaturan kebudayaan Barat dan Timur, kebudayaan tradisional kalaupun tidak dapat dipertahankan sebagaimana adanya, paling tidak menutup kemungkinan dikembangkan sesuai dengan raso jo pareso dalam tatanan alur dan patut. Artinya, antara kebudayaan Barat yang dianggap moderen dan Timur yang dianggap tradisional tidak perlu menjadi perbincangan atau dipertentangkan saja, akan tetapi perlu sikap kepiawaian dalam mempertahankan atau menggabungkan dalam bentuk peristiwa akulturasi kebudayaan. Bagaimanapun juga, proses perubahan kebudayaan akibat persentuhan kebudayaan akan tetap terjadi, baik disebabkan faktor internal maupun eksternal. Oleh karena itu, sikap pemerintah Sumatera Barat yang mencanangkan kembali ke nagari dan kembali ke surau adalah suatu ruang yang tepat untuk membangun kembali budaya lama yang masih relevan, dan dikembangkan dalam masyarakat menuju budaya moderen. Kebudayaan dan kesenian bernuansa Islam yang semula berkembang di surau-surau sepatutnya dapat dikembangkan dengan membawa misi keagamaan.  Kesenian anak nagari yang hidup dan berkembang di sasaran juga kembali bangkit dengan membawa misi adat istiadat Minangkabau.

      Persoalan berikutnya adalah, sudah sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah dalam konsep kembali ke nagari dan kembali ke surau relevan dilaksanakan hingga hari ini. Siapakah yang bertanggungjawab untuk menjawab probelema kebudayaan Minangkabau yang terebar di nagari-nagari. Kemudian, sudah sejauh mana peranan dinas pariwisata seni dan budaya dalam menjawab tantangan kebudayaan. Pertanyaan berikutnya, sudah sejauh mana pula lembaga-lembaga kesenian melakukan kiprahnya dalam pembangunan seni budaya ranah bundo. Sudah pernahkan semuanya ini duduk seamparan membincangkan strategi pelestarian, pengembangan kebudayaan daerah menatap pergulatan budaya Barat yang modern.


Sumber : Buku SMA “Sosiologi”- YUDHISTIRA selebihnya dikembangkan oleh saya.

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19

http://chipachupz.blogspot.com/2010/12/konflik-kebudayaan-antara-timur-dan.html


Kamis, 04 November 2010

3. ARTIKEL - MUSIK TRADISIONAL BETAWI

A. GAMBANG KROMONG
        Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong.  Terbentuknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
        Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokeks merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harurn di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendiri.
        Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Orkes gambang kromong biasa pula mengiringi teater lenong. Teater rakyat Betawi ini dalam beberapa segi tata pentasnya mengikuti pola opera Barat, dilengkapi dekor dan properti lainnya, sebagai pengaruh komedi stambul, komedi ala Barat berbahasa Melayu, yang berkernbang pada awal abad ke- duapuluh.

B. TANJIDOR
        Salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor.  Dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan arak-arakan.

C. KERONCONG
        Musik Betawi lainnya yang banyak memperoleh pengaruh Barat adalah keroncong tugu yang konon berasal dari Eropa Selatan. Alat-alat musik keroncong tugu masih tetap seperti tiga abad yang lalu, terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kernpul, dan selo. Dalam hal kosturn ada satu hal yang unik, yaitu tiap mengadakan pertunjukan dirnana saja dan kapan saja, para pernainnya selalu mengenakan syal yang dililitkan pada leher masing-masing. Sedangkan para pemusik wanita mengenakan kain kebaya.

D. GAMELAN
        Pada gamelan ajeng, di samping ada pengaruh Sunda juga tampak adanya unsur Bali seperti pada salah satu lagu yang biasa diiringinya yang disebut lagu Carabelan atau Cara Bali. Pada awalnya garnelan ini bersifat mandiri sebagai musik upacara saja. Dalarn perkembangan kemudian biasa digunakan untuk mengiringi tarian yang disebut Belenggo Ajeng atau Tari Topeng Gong. Orkes ini juga berfungsi sebagai pengiring wayang kulit atau wayang wong yaitu salah satu unsur kesenian Jawa yang diadaptasi oleh masyarakat Betawi terutama di pinggiran Jakarta.
        Musik Betawi lainnya yang banyak menyerap pengaruh Sunda adalah gamelan topeng. Disebut dernikian karena gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi pagelaran teater rakyat yang kini dikenal dengan sebutan topeng Betawi.


SUMBER : Buku SMA “Kesenian&Keterampilan”- YUDHISTIRA dan selebihnya dikembangkan oleh saya

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19


http://chipachupz.blogspot.com/2010/11/3-artikel-musik-tradisional-betawi.html

Sabtu, 30 Oktober 2010

2. ARTIKEL - TERUSLAH MENCOBA

* Pernahkah Kau jatuh saat ingin mengejar sesuatu di depanmu?
kegagalan* Pernahkah Kau gagal saat mencoba sesutu hal yang orang lain anggap hal itu mudah?
* Dan pernahkah Kau merasa terkucilkan disaat semua orang tak menghiraukan keadaanmu?

Dan apa yang Kau lakukan setelah itu? menyerah?atau bangkit kembali dari hal tersebut?
* Saat Kau ingin mengejar sesuatu yang ada di depanmu baik itu abstrak maupun nyata, TERUSLAH KEJAR! Kalaupun ada batu yang banyak dan membuat kau terjatuh tetaplah berjuang untuk terus berlari ke depan.
* Saat kau gagal mencoba sesuatu hal yang orang lain mengganggapnya hal tersebut mudah

TETAPLAH MENCOBA! Kalaupun ada hinaan dan cacian karena kau tidak bisa melakukannya tetaplah berusaha hingga kau berhasil menciptakan apa yang kau coba
* Saat kau merasa terkucilkan disaat semua orang tak menghiraukanmu BERPIKIRLAH POSITIF! Kalaupun banyak orang yang mengecewakanmu dan membuatmu terluka tetaplah tersenyum hingga semua orang menyadari bahwa kau begitu berarti bagi mereka

Kenapa kita harus lakukan semua itu???Penting kah???
* Batu yang menjatuhkanmu saat mengejar sesuatu mengajarkan kita bahwa kita perlu teliti dalam melangkah dan belajar dari kesalahan kita saat kita terjatuh.
* Gagal saat mencoba sesuatu merupakan hal yang mengajarkan kita untuk pantang menyerah dan menunjukkan kita bahwa kita itu bukannya bodoh melainkan kita menemukan hal penghambat yang orang lain tidak temukan sebagai pembelajaran bagi kita untuk bisa mengatasi kendakla saat mencobanya kembali
* Merasa terkucilakan mungkin merupakan kesalahan dari kita berpandangan terhadap orang lain dan perasaan seperti ini mengajarkan kita untuk berpikir positif bahwa orang2 disekitar kita tetap peduli terhadap kita mungkin cara mereka untuk perduli kurang kita pahami untuk itu disinilah kita perlu belajar mempelajari karakter orang lain
Semua hal yang membuat kita putus asa sebenarnya menyimpan pembelajaran yang sangat berharga bagi kita. Bukan lagi saatnya kita menyerah saat keputusasaan menyerang kehidupan kita, namun di saat itulah kita harus bangkit untuk berusaha menyelesaikan itu semua karena semua itu hanya kita yang dapat menyelesaikannya dengan baik. Dan lihatlah sisi baik dari setiap masalah yang ada jangan selalu melihat sisi jelek dari suatu masalah, karena tiap sisi menimbulkan efek yang berbeda.

SUMBER : "KUMPULAN ARTIKEL MOTIVASI" selebihnya dikembangkan oleh saya

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19

http://chipachupz.blogspot.com/2010/10/2-artikel-motivasi.html

1. ARTIKEL - BAHASA DAN BUDAYA ASPEK SINKRONISASI

     Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki banyak bahasa daerah yang tersebar di pelosok tanah air. Bahkan menjadi salah satu bangsa yang memiliki jumlah bahasa ibu terbesar di seluruh dunia. Jumlah bahasa pribumi itu mencapai 360 bahasa. Tentu prestasi itu tidak serta merta menjadi penyebab banyaknya warga negara asing yang mengacungkan jempol bagi bangsa kita. Belum lagi familiarnya dengan kesantunan berbahasa ala Sunda.

      Bahkan semua orang di negeri ini pernah mendengar pemimpin bangsa berpidato dengan bahasanya yang khas. Sebut saja Soekarno atau presiden baru kita, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Beliau pernah menerima penghargaan sebagai pejabat yang menggunakan bahasa paling santun se-Indonesia pada tahun 2003. SBY patut menjadi teladan bagi para pejabat di negeri ini yang senang berkoar-koar di hadapan publik. Belum lagi gelar yang disandang sebagai wakil rakyat yang memang mengharuskan mereka berbahasa yang baik dan yang lebih penting bukan sekadar retorika tanpa makna.

      Bahasa yang santun... di manapun kita berada menjadi salah satu modal yang sangat penting dalam menjalin komunikasi dengan orang lain. Komunikasi dengan orang di sekitar kita, entah pribumi ataupun warga negara asing. Kesantunan berbahasa menjadi mutlak kita perlukan. Kalau kesantunan berbahasa yang setidaknya dimiliki oleh semua orang pada semua kelas atau level, maka menjadi tugas bersama untuk menjadikannya sebagai ciri khas bangsa yang benar-benar terealisasi. Sehingga, para tourist yang datang di Indonesia tidak hanya merasa bahwa kesantunan berbahasa yang kita gunakan bukan hanya sekadar terori yang dibuat-buat atau sekadar rekayasa berbudaya.

Budaya dan Berbahasa
      Budaya kita populer dengan keragaman dari aspek kesenian. Sedangkan bahasa kita populer dengan keragaman dari aspek kedaerahan. Kalau keragaman berbahasa yang pada intinya harus sinkron dengan cara kita berbudaya, maka akan menjadi sesuatu yang sulit tercapai. Mengapa? Apa jadinya kalau masyarakat Bugis-Makassar yang kental dengan kasarnya budaya berbahasa, harus menyesuaikan diri dengan gaya berbahasa masyarakat sunda yang lebih halus, lebih lembut. Maka, solusinya adalah mengembalikannya sesuai kesantunan kita berbahasa yang sesuai nilai-nilai atau norma konvensional dalam masyarakat kita. Mengapa harus susah-susah melipat lidah kalau budaya berbahasa kita kasar atau lebih lembut. Bukankan kesantunan dalam berbahasa dan berbudaya itu terletak pada dan bagaimana kita mensinkronisasikan keduanya sehingga dapat diterima dengan baik dan bijak oleh masyarakat luas.

    JAYALAH BANGSAKU!!
Kita ini bangsa yang memiliki budaya sendiri. Ditambah nilai plus dari keragaman bahasa yang khas. Tunjukkan bahwa kita bukan milik orang lain atau pun sekadar klaim yang tidak berdasar.


SUMBER : Books Of SBY "PASTI BISA" selebihnya dikembangkan oleh saya

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19

http://chipachupz.blogspot.com/2010/10/bahasa-dan-budaya-aspek-sinkronisasi.html

Jumat, 29 Oktober 2010

BAB3 KONSEPSI ILMU BUDAYA DASAR DALAM KESUSASTRAAN

A. PENDEKATAN KESUSASTRAAN

    IBD, yang semula dinamakan “Basic Humanities”, berasal dari bahasa Inggris “The Humanities” yang berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Jadi, the humanities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilai kita sebagai “Homo Humanus”. Pada umumnya the humanities mencakup filsafat, teologi, seni, dan cabang-cabangnya termasuk sastra, sejarah, cerita rakyat, dan sebagainya. Seni merupakan ekspresi yang mempunyai nilai-nilai lebih fleksibel, baik isinya maupun cara penyampainnya. Karya sastra dan bahasa juga mempunyai peranan penting dalam berkomunikasi antar kegiatan manusia. Dalam Ilmu Budaya Dasar sastra tidak diajarkan sebagai salah satu displin ilmu. Karena sastra digunakan sebagai alat untuk membahas masalah-masalah kemanusiaan yang dapat membantu mahasiswa untuk menjadi lebih humanus.

B. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA

    Dalam istilah bahasa asing prosa disebut juga dengan narrative fiction, prose fiction atau hanya fiction saja. Sedangkan dalam bahasa Indonesia istilah prosa sering diartikan menjadi cerita rekaan dan definisi sebagai bentuk cerita atau prosa kisah yang yang mempunyai pemeran, pelaku, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Istilah cerita rekaan pada umumnya, dipakai untuk roman, novel atau cerita pendek.

    Dalam kesusastraan Indonesia dapat mengenal jenis prosa lama maupun prosa baru, yaitu:

    A. Prosa lama meliputi :

    1. Dongeng
    2. Hikayat
    3. Sejarah
    4. Epos
    5. Cerita pelipur lara

    B. Prosa baru meliputi :

    1. Cerita pendek
    2. Roman/novel
    3. Biografi
    4. Kisah
    5. Otobiografi

C. NILAI-NILAI DALAM PROSA FIKSI

  
  Prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra, antara lain :

1. Prosa fiksi memberikan kesenangan
  • Pembaca mendapatkan pengalam sendiri dalam peristiwa atau kejadian yang dikisahkan.
  • Pemnbaca dapat mengembangkan imajinasi untuk mengenal daerah atau tempat asing yang belum pernah dikunjungi.
  • Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya untuk mencapai sukses.

2. Prosa fiksi memberikan informasi
  • Dalam novel memberikan informasi sejarah kehidupan masa lalu, masa kini banhkan kehidupan di masa mendatang.

3. Prosa fiksi memberikan warisan kultural
  • Novel yang berlatar belakang perjuangan revolusi seperti jalan tak ada ujung, misalnya menggambarkan suatu tindakan heroisme yang mengagumkan dan memberikan kebanggaan oleh generasi muda sekarang yang tidak mengalaminya secara fisik.

4. Prosa memberikan keseimbangan wawasan
  • Seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan banyak individu.

D. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PUISI

       
Puisi dipakai sebagai media sebagai sumber  belajar sesuai dengan tema atau pokok bahasan yang terdapat di dalam Ilmu Budaya Dasar. Puisi adalah pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang artistik/estetik, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya.
        Kepuitisan, keartistikan, atau keestetikan bahasa puisi disebabkan oleh kreativitas penyair dalam membangun puisi dengan menggunakan:

1. Figura bahasa
seperti gaya personifikasi, metafora, perbandingan, alegori sehingga  puisi menjadi lebih segar, hidup, menarik, dan memberi kejelasan gambaran angan.
2. Kata-kata ambiquitas
yaitu kata-kata yang bermakna ganda dan banyak penafsiran.
3. Kata-kata berjiwa
yaitu berisi perasaan dan pengalaman jiwa penyair sehingga terasa hidup dan memukau.
4. Kata-kata konotatif
yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan asosiasi tertentu.
5. Pengulangan berfungsi
untuk mengintensifkan hal-hal yang didiskusikan, sehingga lebih menggugah hati.
        Adapun alasan-alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahan Ilmu Budaya Dasar adalah sebagai berikut:

1. Hubungan puisi dengan pengalaman hidup manusia.

        
Manusia senantiasa ingin memiliki salah satu kebutuhan dasarnya untuk lebih menghidupkan pengalaman hidupnya dari sekedar kumpulan pengalaman langsung yang terbatas. Puisi juga dapat memberikan kepada para mahasiswa memiiki kesadaran (insight-wawasan) yang penting untuk dapat melihat dan mengerti banyak tentang dirinya sendiri dan tentang masyarakat.

2. Puisi dan kesadaran individual.

        
Puisi diajak untuk dapat menjenguk hati/pikiran manusi, baik orang lain maupun diri sendiri. Karena melalui puisinya sang penyair menunjukkan kepada pembaca bagian dalam hati manusia.

3. Puisi dan kesadaran sosial.

        
Puisi dapat menafsirkan situasi dasar manusia sosial yang berupa:
  • Perjuangan untuk kekuasaan
  • Konflik kepada sesamanya
  • Penderitaan atas ketidak adilan
  • Pemberontakan terhadap hukum Tuhan
SUMBER : "DIGITAL BOOK UNIVERSITAS GUNADARMA 2010/2011"

SYIFA NURJUANITA
16210802
1EA19 

http://chipachupz.blogspot.com/2010/10/konsepsi-ilmu-budaya-dasar-dalam_29.html 

    Kamis, 15 Juli 2010

    My Profile



    Full Name : Syifa Nurjuanita

    Nick Name : hipa ,, chipz ,, faa ,, sif ,, fha ,, machipz ,, paul ,, mprut ,, cipeh ,, nciip

    Birthday : June 08, 1992

    Religious : Islam

    High school : PGRI 1 Bekasi SHS

    College : Gunadarma University (manajemen ekonomi)