Selasa, 27 April unjuk rasa anti kenaikan bahan bakar minyak (BBM) serentak dilakukan di tanah air. Di Jakarta sendiri ada beberapa titik yang dijadikan lokasi berunjuk rasa, diantaranya adalah di gedung DPR/MPR, Bundaran HI, depan Istana Negara dan Monas, serta di Jalan Pangeran Diponegoro. Berbagai elemen ikut serta dalam unjuk rasa tersebut, diantaranya adalah mahasiswa, massa partai politik (PDIP) dan LSM.
Kericuhan dan bentrokan mewarnai aksi unjuk rasa anti kenaikan BBM. Di depan gedung DPR, massa yang tergabung dalam Front Oposisi Rakyat Indonesia menerobos dan merusak pagar kawat yang sengaja dipasang polisi, namun peristiwa tersebut tidak berujung bentrok. Sementara itu, aksi yang dilakukan di Bundaran HI dan di depan Istana berlangsung kondusif, meski ada sedikit gesekan antara polisi dan massa.
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia atau KONAMI berlangsung rusuh. Mahasiswa yang sebelumnya berunjuk rasa di Jalan Pangeran Diponegoro melakukan longmarch menuju istana. Namun, bentrokan terjadi saat massa mahasiswa berada di depan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.
Rencana mahasiswa yang akan menuju istana dihadang ribuan personel polisi. Bentrokan tak bisa dihindarkan saat mahasiswa terus merangsek barikade polisi. Aparat menembakkan gas air mata, water cannon, serta tembakan peluru karet. Akibatnya puluhan mahasiswa terluka akibat tembakan peluru karet dan gas air mata. Mereka yang terluka dievakuasi menggunakan mobil ambulan milik PMI yang sudah disiapkan tidak jauh dari lokasi bentrokan.
“Karena dalam setiap perang, ataupun konflik, pasti ada yang memegang peran sebagai seorang oportunis.”
Saya sangat berharap, mahasiswa dan aktivis yang berdemo di depan DPR, DPRD, atau institusi pemerintahan manapunlah, mengusung alasan yang lebih memberi dampak daripada alasan yang mengatasnamakan rakyat miskin. Alasan bahwa pemerintah seharusnya punya dana yang cukup untuk mensubsidi BBM kalau pemerintahan bersih dari cecunguk-cecunguk koruptor yang mengembat uang negara. Alasan seperti, dikemanakan uang pajak yang disetor masyarakat selama ini? Apakah itu belum cukup untuk dialirkan ke subsidi harga BBM? Alasan seperti, orang kaya di Indonesia bertebaran, apakah dana dari mereka tidak bisa disumbangkan pada rakyat miskin? Tapi kok sepertinya, saya tidak melihat alasan-alasan itu diusung oleh para mahasiswa dan aktivis yang berdemo hari-hari ini melalui acara berita di televisi.
Kesan yang saya dapat malah begini : mahasiswa dan aktivis yang demo itu menumbuhkan sifat manja pada masyarakat miskin atau kelas ekonomi lemah. Bahwa kesulitan hidup mereka mestinya jadi tanggung jawab pemerintah. Bahwa kesulitan hidup mereka mestinya seluruhnya diurus oleh pemerintah. Bahwa seharusnya pemerintah tidak berhak membuat hidup mereka menjadi lebih susah lagi. Ciri-cirinya, mereka mengumbar-umbar pesan seperti, “Kami ini sudah miskin, kok tambah dibikin jadi lebih miskin sih?!”.
Demo yang dilakukan malah jadi wadah penurunan mental masyarakat. Saya rasa, demo ini jadi mengajarkan masyarakat untuk selalu menyalahkan pemerintah, menjadikan pemerintah sebagai tumbal atas kesulitan ekonomi yang mereka alami. Padahal ga melulu begitu, banyak faktor lain yang bikin mereka terus hidup miskin. Misalnya yah dari diri mereka sendiri. Karena mereka selalu menggunakan kemiskinannya untuk mendapatkan uang.
Ngomongin masyarakat miskin ga akan ada abisnya. Kemiskinan itu kan kaya lingkaran setan. Awal dan akhir, sebab dan akibatnya njelimet. Ga akan pernah ditemuin mana yang awal atau sebab, dan mana yang akhir atau akibat. Cuma dalam hal demo penolakan kenaikan harga BBM ini, saya rasa kemiskinan masyarakat ditempatkan pada posisi yang ga pas. Ada masalah prinsipil yang lebih besar dibanding masalah kemiskinan masyarakat yang harusnya jadi alasan kenapa kok harga BBM bersubsidi belum saatnya naik.
Seperti demo saat ini, yang diusung tema-tema menyalahkan pemerintah. Menyalahkan, menyalahkan, dan terus menyalahkan pemerintah. Menuding pihak lain yang menyebabkan keburukan yang menimpa hidup seseorang. Mental yang terbentuk adalah mental menyalahkan orang lain. Hukum yang berlaku adalah : ketika kemalangan menimpamu, maka salahkanlah orang lain. Mental yang kaya gini bukan mental orang yang bisa maju. Menyalahkan orang lain akan menghasilkan apa? Apakah dapat mengubah situasi buruk yang sudah terjadi? Tidak. Yang bisa mengubah situasi buruk jadi membaik adalah ketika seseorang berhenti mencari sebab dan menyalahkan pihak lain, untuk kemudian seseorang itu menerima dengan lapang dada dan bangkit untuk mencari solusi.
Mahasiswa dan aktivis, seharusnya bukan lagi mengadakan demo yang berujung pada perusakan mental masyarakat miskin. Melainkan mereka harusnya bisa mengadakan demo yang mengungkapkan pilihan-pilihan solusi bagi pemerintah. Misalnya, harga BBM akan dinaikkan, maka berikan solusi transportasi umum yang lebih baik. Harga BBM akan dinaikkan, maka berikan solusi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Harga BBM akan dinaikkan, maka berikan solusi regulasi yang jelas untuk pembelian BBM non-subsidi. Kalau demo-demo yang diadakan itu mengusung tema-tema seperti ini, demo ini jadi mendidik. Karena menyebarkan kesan bahwa mereka berdemo itu untuk memberikan pembaharuan positif bagi negara. Demo yang dilakukan itu mendesak pemerintah untuk mendengar kalau di perguruan tinggi tertentu atau di institusi tertentu ada loh yang bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk menyelesaikan problem-problem itu. Demo yang dilakukan itu jadi memiliki visi yang jelas, misi yang praktis untuk membawa Indonesia jadi lebih baik.
Dengan sikap pendemo yang bakar-bakaran, rusuh, ribut sama Polisi, dan bahkan saya dengar juga mulai ditunggangi lagi sama para penjahat oportunis, apakah mencerminkan demo yang membawa visi dan misi yang luhur? saya yakin tidak. Menurut saya, demo penolakan ini pada akhirnya hanya jadi ajang pertunjukkan aksi kerusuhan, ancaman keamanan masyarakat Indonesia, dan penurunan intelektualitas mahasiswa serta aktivis di Indonesia. Mereka bukan lagi berperan sebagai ujung tombak perubahan negara ke arah yang lebih baik, tapi mereka hanya jadi preman yang untungnya kebagian jaket almamater.
saya juga yakin, demo ini ga akan jadi solusi buat masyarakat miskin, yang mereka sebut sebagai kaum yang mereka bela itu. Sadar kan kalau BBM itu sumber daya alam yang ga terbaharui? Suatu saat nanti, BBM akan habis. Kenaikan yang sekarang ini cuma awal aja. Semakin menipis BBM nanti, maka akan semakin mahal harganya. Hal ini bukan hal yang bisa dihindari. Mau tidak mau, hal ini akan terjadi. Ini adalah tahap awalnya. Bisakah manusia melawan kekuatan alam? Tidak bisa. Tapi bukan berarti manusia kalah dan tunduk pada kekuatan alam. Manusia diberkahi otak yang bisa dimanfaatkan untuk mencari memanipulasi alam. Adu strategi dengan kekuatan yang dimiliki alam. Oleh karena itu, negara-negara maju sudah mulai mengurangi ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan seperti BBM. Nah, ini lagi-lagi mendukung poin penting yang saya sebut di atas. Jangan bingung terus cari sebab dan nyalahin pihak lain (dalam hal ini alam, yang notabene tak terbantahkan), tapi bergerak dan cari solusinya. Itulah caranya bertahan hidup.
Sadar kan kalau harga BBM naik Rp 1.500,00 itu ga ada apa-apanya dibandingin sama kenaikan pajak rokok? Kalau masyarakat kalangan ekonomi manapun, mampu menggelontorkan sekian rupiah buat beli rokok, maka mereka juga harusnya bisa kan menggelontorkan sekian rupiah untuk beli BBM yang harganya lebih mahal? saya emosi banget nih sama topik satu ini. Saya rasa ini solusi yang paling mudah diterapin, terutama buat para perokok yang sebenernya uang di dompetnya ga tebel-tebel amat buat beli beli rokok. Yaitu, stop merokok dan pake duitnya buat beli bensin. Itu pun saya yakin, pasti masih ada sisa buat ditabung. Karena uang yang biasanya lu pake buat beli rokok pasti masih lebih banyak dibanding uang yang lu pake buat bensi dengan harga Rp 6.000,00 per liter.
Saat ini, Indonesia lagi ga butuh mahasiswa atau aktivis yang demo seperti apa yang saya liat di televisi. Indonesia lagi butuh mahasiswa dan aktivis yang mampu memberikan solusi. Yang menggunakan kemampuan, keterampilan, kecerdasan, kekreativan yang seharusnya mereka peroleh atau kembangkan saat mereka duduk di perguruan tinggi atau institusi tertentu. Aksi yang dibutuhkan bukan aksi demo berkepanjangan dan selalu berakhir ricuh, tapi aksi yang menjadi pijakan pertama yang kokoh untuk Indonesia yang lebih baik.
“Gelisahlah akan segala sesuatu yang terjadi di sekitarmu, dan beraksilah agar tercipta suatu yang harmonis untuk menyelesaikan kegelisahan itu.”
Pendapat Saya : Sebagai sesama mahasiswa, saya ingin berpesan satu hal : gunakan nurani yang paling jujur, logika yang paling mutakhir, aksi yang paling kreatif buat kemajuan bangsa kita sendiri, Indonesia. Demo yang kalian adain bisa jadi boomerang buat keamanan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Demo Reformasi Mei 1998 udah jadi buktinya. Demo yang lu adain jadi kesempatan buat para penjahat (saya yakin bukan penjahat kriminal aja tapi juga penjahat politik). Demo yang lu adain sempet jadi alat untuk mengganggu kedamaian Indonesia. Ga mau kejadian yang kedua kalinya kan? Semua masyarakat Indonesia juga ga mau peristiwa pahit itu terulang. Jadi, gue sangat berharap, unsur "maha" yang kalian sandang di titell kalian itu, kalian pakai dengan sebaik-baiknya. Bahwa ada suatu keluhuran yang kalian bawa dan kalian emban dalam setiap aksi yang kalian lakukan.
Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
SYIFA NURJUANITA
16210802
Tidak ada komentar:
Posting Komentar